Selasa, 29 Oktober 2013

Nikah Beda Agama





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hubungan antar umat beragama telah lama menjadi isu yang populer di Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia yang majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu, persoalan hubungan antar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah tetapi juga komponen lain dari bangsa ini, sebut saja misalnya, LSM, lembaga keagamaan, baik Islam maupun non Islam dan lain sebagainya.
Seringkali kita lihat di tengah masyarakat apalagi di kalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang muslim menikah dengan wanita non muslim (nashrani, yahudi, atau agama lainnya) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non muslim. Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal). Tak sedikit yang terpengaruh dengan pemahaman liberal semacam itu, yang mengagungkan kebebasan, yang pemahamannya benar-benar jauh dari Islam. Paham liberal menganut keyakinan perbedaan agama dalam pernikahan tidaklah jadi masalah.
Namun bagaimana sebenarnya menurut pandangan Islam yang benar mengenai status pernikahan beda agama? Berangkat dari permasalahan itu kami mencoba untuk menjelas sekelumit tentang bagaimana hukumnya pernikahan beda agama, baik itu menurut UUD 1945, Kompilasi Hukum Islam, dan juga menurut agama Islam itu sendiri.
B. Perumusan Masalah
Supaya tidak terjadi kesimpang siuran dalam pembahasan karya tulis ini maka penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hukumnya pernikahan beda agama menurut hukum negara ?
2. Bagaimana pernikahan beda agama menurut hukum Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pernikahan Beda Agama Menurut Hukum Negara Indonesia
Dalam menghadapi masyarakat kompleks baik dalam segi budaya maupun agama, maka penting bagi pemerintah mengatur atau memayungi suatu kepentingan umum dengan hukum diantaranya masalah pernikahan. Untuk menghindari konflik atau ketidak selarasan dimasyarakat, maka pemerintah membuat perundang-undangan tentang pernikahan khususnya mengenai perbedaan agama. Diantara peraturan-peraturan mengenai pernikahan beda agama yang masih berlaku diantaranya:
a. Buku I Kitab Undang-undang Hukum Perdata
b. UU No. 1/1974 tentang Perkawinan
c. UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama
d. PP No. 9/1975 tentang Peraturan Pelaksana UU No. 1/1974
e. Intruksi Presiden No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
Dalam Kompilasi Hukum Islam mengkategorikan perkawinan antar pemeluk agama dalam bab larangan perkawinan. Pada pasal 40 point c dinyatakan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam. Kemudian dalam pasal 44 dinyatakan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.
KHI tersebut selaras dengan pendapat Prof. Dr. Hazairin S.H., yang menafsirkan pasal 2 ayat 1 beserta penjelasanya bahwa bagi orang Islam tidak ada kemungkinan untuk menikah dengan melanggar hukum agamanya.
Dalam KHI telah dinyatakan dengan jelas bahwa perkawinan beda agama jelas tidak dapat dilaksanakan selain kedua calon suami isteri beragama Islam. Sehingga tidak ada peluang bagi orang-orang yang memeluk agama Islam untuk melaksanakan perkawinan antar agama.
Kenyataan yang terjadi dalam sistem hukum Indonesia, perkawinan antar agama dapat terjadi. Hal ini disebabkan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan memberikan peluang tersebut terjadi, karena dalam peraturan tersebut dapat memberikan beberapa penafsiran bila terjadi perkawinan antar agama.
Berdasarkan UU No. 1/1974 pasal 66, maka semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam UU No. 1/1974, dinyatakan tidak berlaku lagi yaitu perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata / BW, Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen dan peraturan perkawinan campuran. Secara a contrario, dapat diartikan bahwa beberapa ketentuan tersebut masih berlaku sepanjang tidak diatur dalam UU No. 1/1974.
Mengenai perkawinan beda agama yang dilakukan oleh pasangan calon suami isteri dapat dilihat dalam UU No.1/1974 tentang perkawinan pada pasal 2 ayat 1, bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Pada pasal 10 PP No.9/1975 dinyatakan bahwa, perkawinan baru sah jika dilakukan dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri dua orang saksi. Dan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing Agamanya dan kepercayaannya.
Dalam memahami perkawinan beda agama menurut undang-undang Perkawinan ada tiga penafsiaran yang berbeda. Pertama, penafsiran yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama merupakan pelanggaran terhadap UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 1 jo pasal 8 f. Pendapat kedua, bahwa perkawinan antar agama adalah sah dan dapat dilangsungkan, karena telah tercakup dalam perkawinan campuran, dengan argumentasi pada pasal 57 tentang perkawinan campuran yang menitikberatkan pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, yang berarti pasal ini mengatur perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan juga mengatur dua orang yang berbeda agama. Pendapat ketiga bahwa perkawinan antar agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, oleh karena itu berdasarkan pasal 66 UU No. 1/1974 maka persoalan perkawinan beda agama dapat merujuk pada peraturan perkawinan campuran, karena belum diatur dalam undang-undang perkawinan.
B. Perkawinan berbeda Agama Menurut Islam
Menjaga kelestarian iman merupakan prinsip utama yang tidak boleh diutak-atik. Semua perangkat syari'ah dikerahkan untuk menjaga eksistensinya. Bahkan kalau perlu nyawa harus direlakan. Dalam ushul fiqh dijelaskan, term ini disebut hifdz al-din, yang menempati rangking satu dalam urutan hal-hal yang sangat dipelihara Islam.
Barangkali, persoalan nikah beda agama dapat dipahami dalam segmen ini. Islam tidak mau menjerumuskan umatnya ke lembah neraka. Karena itu, Islam sama sekali tidak mentolelir pernikahan dengan kaum atheis (orang yang tidak bertuhan). Larangan ini sangat tegas dan jelas karena menikah dengan orang musyrik atau musyrikah akan menuntun pada jalan neraka sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah ayat 221 :
                               •     •      ••   
Artinya : dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah : 221).
Mayoritas ulama yang memberikan qayyid (catatan) bahwa keharaman pernikahan beda agama tidaklah mutlak akan tetapi tetap diperbolehkan bagi pria muslim dengan wanita ahlu kitab. Dalam hal ini para ulama melakukan kajian tafsir yang mendalam kaitannya dengan ayat tersebut. Menurut para ahli tafsir, yang disebut dengan musyrik/musyrikah adalah mereka yang mengingkari wujud Tuhan (atheis), tidak percaya pada nabi dan hari kiamat. Lalu bagaimana dengan mereka yang bukan atheis?2 Untuk mengklarifikasi masalah ini, maka dapat dilihat surat al-Bayyinah ayat 1 sebagai berikut:
            
Artinya : "Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata". (QS. AL-Bayyinah : 1)
Ayat ini memberi informasi, bahwa orang kafir ada dua macam, yakni orang musyrik dan ahlu kitab. Yang disebut ahlu kitab adalah mereka yang berpedoman pada agama (kitab) samawi. Sedangkan yang disebut musyrik adalah mereka yang tidak mengakui Tuhan, nabi, hari akhir, dan berbagai doktrin agama samawi. Dengan kata lain, musyrik adalah mereka yang tidak bertuhan. Atau, mereka masih mengakui Tuhan, akan tetapi tidak berdasar pada agama samawi.
Dengan pemahaman ini, kita bisa memilih agama-agama yang ada dibelahan bumi. Sejarah mengatakan, yang termasuk agama samawi –tentunya mempunyai kitab samawi - adalah Yahudi dan nasrani. Dengan demikian hanya mereka yang berhak menyandang gelar ahlu kitab. Di luar itu, termasuk musyrikin.
Menikah dengan wanita musyrik jelas tidak diperbolehkan, namun dengan ahlu kitab ada dasar yang membolehkan yakni al-Qur'an surat al-Maidah ayat 5:
 •                                             
Artinya : " Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan Wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi". (Q.S. Al-Maaidah : 5).

Menyikapi ayat ini para ulama berbeda pendapat, Ibnu Umar mengatakan bahwa kebolehan menikahi ahlu kitab adalah rukhsah karena saat itu jumlah wanita muslimah relatif sedikit. Ketika jumlah mereka sudah imbang, bahkan jumlah kaum wanita lebih banyak, maka rukhsah itu tidak berlaku lagi.
Alasan lain untuk melarang ahlu kitab adalah kata min qablikum (sebelum kamu). Maksudnya sebelum turunnya al-Qur'an. Dengan qayyid (catatan) ini, maka yang boleh dinikahi adalah wanita ahlu kitab yang memeluk agama Yahudi atau Nasrani sebelum al-Qur'an diturunkan.
Sedangkan wanita-wanita itu sekarang ini tidak jelas tidak ada lagi. Secara psikologis, pendapat Ibnu Umar bisa dipahami. Karena si anak dalam bahaya. Lazimnya, anak lebih akrab dengan sang ibu. Ketika ibunya Nasrani misalnya, peluang anak menjadi Nasrani lebih besar.
Sekalipun demikian, peluang untuk menikah dengan ahlu kitab tetap terbuka. Sebab banyak para ulama yang berpegang teguh pada dzahir ayat yang memperbolehkan nikah dengan ahlu kitab. Di kalangan sahabat sendiri tercatat sederet nama yang menikah dengan ahlu kitab. Walaupun berakhir dengan perceraian. Mereka yang pernah menikah dengan ahlu kitab antara lain Usman bin Affan, Hudzaifah, Sa'ad bin Abi Waqqas, dan lain-lain. Dalam kitab I'anatut Thalibin misalnya, Imam Abi Bakar menyatakan bahwa menikahi wanita ahli kitab diperbolehkan. Dalam hal ini pernikahan dengan ahlu kitab bisa ditolerir. Sebab dalam aspek teologis, konsep ketuhanan, rasul, hari akhir, dan prinsip-prinsip agama banyak persamaan. Dengan kesamaan ini, mahligai rumah tangga -yang merupakan tujuan pernikahan- sangat mungkin terealisasi. Di samping itu, dengan kesamaan itu pula, peluang untuk menarik istri ke Islam bukan sesuatu yang mustahil.
Hanya saja perlu diingat bahwa kebolehan menikah dengan ahlu kitab hanya berlaku bagi lelaki muslim dengan wanita ahlu kitab. Bukan sebaliknya. Sekali lagi ini untuk menjaga iman. Sebab, lumrahnya, istri mudah terpengaruh. Jika diperbolehkan, mereka dikhawatirkan akan terperdaya ke agama lain.
Persoalan terakhir yang perlu klarifikasi adalah apakah agama yang ada di Indonesia bisa masuk dalam ahlu kitab? Untuk agama Hindu, Buda dan Konghuchu jelas tidak bisa, karena bukan agama samawi, yang tentunya konsep ketuhanannya jauh berbeda.
Sedangkan untuk Kristen Protestan dan Katolik, ada kemungkinan. Kita sebut ada kemungkinan, sebab ada yang mensyaratkan nenek moyang mereka memeluk Kristen sebelum dinasakh. Persyaratan ini untuk konteks Indonesia, sulit dilacak, kalau tidak dikatakan mustahil. Sebab agama Kristen baru datang belakangan. Sebelum itu, warga Indonesia sudah memeluk Hindu, Buda, dan Islam. Dengan kata lain, Kristen yang ada sekarang adalah keturunan mereka yang 'murtad' dari Hindu, Buda, dan Islam. Jika persyaratan ini bisa diterima, peluang untuk menikah dengan orang Kristen dan Katolik tertutup rapat-rapat.
Jika mengikuti alur jumhur, peluang itu tetap ada, sebab persyaratan itu tidak ditemukan dalam ayat. Ayat kelima surat Al-Maidah memperbolehkan menikahi ahlu kitab dengan tanpa catatan. Bahkan Syekh Nawawi menyatakan, boleh menikah dengan ahlu kitab, sekalipun nenek moyang mereka masuk Kristen dan Katolik setelah agama itu dinasakh. Ada sinyalemen kuat bahwa kitab orang Kristen dan Katolik telah berubah. Apakah hal ini menghalangi kebolehan menikah dengan mereka? Yusuf Qardlawi dengan tegas mengatakan tidak menghalangi. Dari deskripsi di atas, maka jelaslah bahwa pernikahan beda agama diperbolehkan tetapi hanya bagi laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama diatur dalam kompilasi hukum Islam dan tidak diatur dalam UUD di Negara Indonesia sehingga dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan antara KHI dengan peraturan UUD Negara Indonesia, yang mana keduanya saling bertentangan. Dalam Kompilasi Hukum Islam mengkategorikan perkawinan antar pemeluk agama dalam bab larangan perkawinan. Pada pasal 40 point c dinyatakan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam.
Sedangkan menurut hukum Islam Menikah dengan wanita musyrik jelas tidak diperbolehkan, namun dengan ahlu kitab ada dasar yang membolehkan yakni al-Qur'an surat al-Maidah ayat 5, Dalam hal ini pernikahan dengan ahlu kitab bisa ditolerir. Sebab dalam aspek teologis, konsep ketuhanan, rasul, hari akhir, dan prinsip-prinsip agama banyak persamaan. Hanya saja perlu diingat bahwa kebolehan menikah dengan ahlu kitab hanya berlaku bagi lelaki muslim dengan wanita ahlu kitab. Bukan sebaliknya. Sekali lagi ini untuk menjaga iman. Sebab, lumrahnya, istri mudah terpengaruh. Jika diperbolehkan, mereka dikhawatirkan akan terperdaya ke agama lain.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. PT TOKO GUNUNG AGUNG. Jakarta. 1977
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Sulaiman Mar’i, tt. hlm. 243

Guru dan Kode Etik



TUGAS MAKALAH
GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PROFESI DAN ETIKA GURU
DOSEN PENGASUH : SYAHRAINI TAMBAK, MA

DISUSUN OLEH :
DABO IDAWANRO
NISLAHUDDIN
PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Beriring salam tidak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari yang tidak tahu menjadi tahu sehingga kita bisa membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini. Makalah Profesia dan Etika Guru yang berjudul tentang Konsep Etika Guru dalam Pendidikan. Semoga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tentunya memiliki nilai-nilai kebaikan yang sangat tinggi bagi kita semua.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang gunanya untuk membangun dan memberikan kebaikan sangat kami harapkan, agar makalah ini lebih sempurna.

Pekanbaru, Februari 2013

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini pendidikan menjadi masalah yang ramai dibicarakan.Berbicara mengenai pendidikan berarti berbicara tentang profesiguru. Pada saat ini profesi guru merupakan salah satu profesi yang banyak diminati oleh kebanyakan siswa dan siswi, hal tersebut karena guru merupakan profesi yang dapat menentukan masa depan bangsa ini, guru yang baik dan berkualitas dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas juga, begitu pun sebaliknya, seorang guru yang tidak berkualitas akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tertinggal dan bahkan bisa menjadi bangsa yang terjajah lagi, selain itu saat ini profesi guru dijamin kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi seorang guru. Namun, menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain adalah syarat admistrasi, teknis, psikis, dan fisik, selain itu seorang guru juga harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional.
Namun,kebanyakan orang-orang yang telah menjadi seorang guru dalam menjalankan profesinya tersebut tidak jarang melakukan penyimpangan atau pun pelanggaran terhadap norma-norma menjadi seorang guru, sehingga pemerintah menetapkan suatu aturan atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh para guru di Indonesia yang dikenal dengan “Kode Etik Guru”. Dengan adanya Kode Etik Guru ini, diharapkan para guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana telah ditetapkan dalam Kode Etik Guru tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Kode Etik Guru?
2. Apakah isi dari kode etik guru?
3. Apakah hakikat kode etik guru terhadap guru di Indonesia?
4. Apakah tujuan kode etik guru?
5. Apakah fungsi kode etik terhadap guru di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian Kode Etik Guru
2. Untuk menjelaskan isi dari kode etik guru
3. Untuk menjelaskan hakikat kode etik guru terhadap guru di Indonesia
4. Untuk menjelaskan tujuan kode etik guru
5. Untuk menjelaskan fungsi kode etik terhadap guru di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Guru
Interpretasi tentang kode etik belum memiliki pengertian yang sama. Berikut ini ada beberapa pengertian mengenai kode etik:
a. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa "Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar kedinasan". Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat di simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari- hari.
b. Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiaan bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku.
c. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), Pasal 43, dikemukakan sebagai berikut: (1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik; (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Secara harfiah, “kode etik” berarti sumber etik.Etik berasal dari perkataan ethos, yang berarti watak.Istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari perilaku manusia.Term etik berasal dari bahasa filsafat, bahkan menjadi salah satu cabangnya.Etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral, atau pun akhlaq.Etik artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Kode etik adalah pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman dalam berprilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekolompok orang atau masyarakat tertentu.Dalam kaitannya dengan Istilah profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi.
Menurut Gibson and Mitchel (1995;449), suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan dalam standar prilaku anggotanya.Nilai profesional tadi ditandai adanya sifat altruistis artinya lebih mementingkan kesejahteraan orang lain dan berorientasi pada pelayanan umum dengan prima.Kode etik dijadikan standar aktivitas anggota profesi, kode etik itu sekaligus dijadikan pedoman tidak hanya bagi anggota profesi tetapi juga dijadikan pedoman bagi masyarakat untuk menjaga bias/kesewenangan penggunaan kode etik.
Jadi “kode etik guru” diartikan sebagai aturan tata-susila keguruan.Aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) melibatkan dari segi usaha.Maksud dari kode etik guru di sini adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antar guru dengan lembaga pendidikan (sekolah); guru dengan sesama guru; guru dengan peserta didik; dan guru dengan lingkungannya.Sebagai sebuah jabatan pekerjaan, profesi guru memerlukan kode etik khusus untuk mengatur hubungan-hubungan tersebut.
B. Isi Kode Etik Guru
Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri dari Sembilan item berikut:
a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
Maksud dari rumusan ini, sesuai dengan roeping-nya, guru harus mengabdikan dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila pada Pancasila. Guru harus membimbing anak didiknya kearah hidup yang selaras, serasi dan seimbang.
b. Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
Berkaitan dengan item ini, maka guru harus mendesain program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap anak didik.Yang lebih penting lagi guru harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak didik.Kurikulum dan program pengajaran untuk tingkat SD harus juga diterapkan di SD, kurikulum untuk tingkat perguruan tinggi harus juga diterapkan untuk perguruan tinggi begitu seterusnya. Bukan asal gampangnya saja, kurikulum untuk program SMP dapat digunakan di SD, SMA dan bahkan digunakan untuk perguruna tinggi. Hal semacam ini berarti guru sudah melanggar kejujuran profesional.
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Dalam kaitan belajar-mengajar, guru perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan anak didik.Hal ini terutama agar guru mendapatkan informasi secara lengkap mengenai diri anak didik. Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini, maka akan sangat membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses belajar-mengajar yang optimal. Untuk ini ada ha-hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Segala bentuk kekakuan dan ketakutan harus dihilangkan dari perasaan anak didik, tetapi sebaliknya harus dirangsang sedemikian rupa sehingga sifat terbuka, berani mengemukakan pendapat dan segala masalah yang dihadapinya.
2. Semua tindakan guru terhadap anak didik harus selalu mengandung unsur kasih sayang, ibarat orang tua dengan anaknya. Guru harus bersifat sabar, ramah, terbuka.
3. Diusahakan guru dan anak didik dalam satu kebersamaan orientasi agar tidak menimbulkan suasana konfli. Sebab harus dimaklumi bahwa sekolah atau kelas merupakan kumpulan subjek-subjek yang heterogen, sehingga keadaannya cukup kompleks.
Kemudian yang harus diingat oleh guru adalah dalam mengadakan komunikasi.Hubungan yang harmonis dengan anak didik itu tidak boleh disalahgunakan.Dengan sifat ramah, kasih sayang dan saling keterbukaan dapat diperoleh informasi mengena diri anak didik secara lengkap.Ini semata-mata demi kepentingan belajar anak didik, tidak boleh untuk kepentingan guru, apalagi untuk maksud-maksud pribadi guru itu sendiri.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah, maksudnya bagaimana guru itu dapat menciptakan kondisi-kondisi optimal, sehingga anak itu bisa belajar, harus belajar, perlu dididik dan perlu bimbingan. Usaha menciptakan suasana kehidupan sekolah sebagaimana dimaksud diatas, akan menyangkut dua hal : Pertama, yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar di kelas secara langsung. Untuk ini meliputi hal-hal berikut:
1. Pengaturan tata-ruang kelas yang lebih kondusif untuk kepentingan pengajaran.
2. Menciptakan iklim atau suasana belajar-mengajar yang lebih serasi dan menyenangkan, misalnya pembinaan situasi keakraban di dalam kelas. Untuk menciptakan iklim yang lebih serasi ini antara lain dengan:
a) Adanya keterikatan antara guru dengan anak didik, anak didik dengan anak didik;
b) Menetapkan standar tingkah-laku;
c) Diadakan diskusi-diskusi kelompok;
d) Memberi penghargaan dan pemeliharaan sengat kerja.
Kedua, menciptakan kehidupan sekolah dalam arti luas yakni meliputi sekolah secara keseluruhan.Dalam hubungan ini dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara guru dengan guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai deengan anak didik. Dengan demikian, memang dituntut adanya keterlibatan semua pihak di dalam lembaga kependidikan, sehingga dapat menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
Selanjutnya dalam mengusahakan keberhasilan proses belaja-mengajar itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan orang tua murid. Melalui hal ini diharapkan dapat mengetahui keadaan anak didiknya dan bagaimana kegiatan belajarnya di rumah.Juga untuk mengetahui beberapa hal tentang anak didik melalui orang tuanya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan kegiatan belajar-mengajar yang lebih baik.Hubungan baik antara guru dengan orang tua murid merupakan factor yang tidak dapat ditinggalkan, karena keberhasilan belajar anak didim tidak dapat dipisahkan dengan bagaimana keadaan dan usaha orang tua murid.Apalagi kalau ada kaitannya dengan tugas dan kewajiban guru sebagai pendidik, dalam upaya membina kepribadian anak didik, maka andil orang tua sangat menentukan (ingat tri pusat pendidikan).
e. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Sesuai denga tri pusat pendidikan, masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu,gru juga harus membina hubungan baik dengan masyarakat, agar dapat menjalankan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar. Dalam hal ini mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat disekitar sekolah, bagi guru sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, Karena guru akan mendapat masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau perkembangan masyarakat itu. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai usaha pengembangan sumber belajar yang lebih mengena demi kelancaran proses belajar mengajar. Sebagai contoh guru yang sedang menerangkan sesuatu pelajaran, kemudian untuk memperjelas dapat diberikan ilustrasi dengan beberapa perkembanganyang terjadi di masyarakat sekitar.Di samping itu jika sekolah mengadakn berbagai kegiatan, sanagt memerlukan kemudahan dari masyarakat sekitar.
Selanjutnya jika dilihat dari masyarakat secara luas, kererikan atau hubungan baik guru dengan masyarakat luas itu akan mengembangkan pengetahuan guru tentang persepsi kemasyarakatan yang lebih luas. Misalnya tentang budaya masyarakat dan bagaimana masyarakat sebagai pemakai lulusan.
f. Guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, guru harus selalu meningkatkan mutu profesinya, baik dilaksanakan secara perseorangan ataupun secara bersama-sama. Hal ini sangat penting, karena baik buruknya layanan kan mempengaruhi vitra guru ditenga-tengan masyarakat. Adapun cara-cara meningkatkan mutu profesi guru dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Secara sendiri-sendiri, yaitu dengan jalan:
a) Menekuni dan mempelajari secaa kontinu pengetahuan-pengetahuan yang berhubunga dengan teknik atau proses belajar-mengajar secara umum, misalnya pengetahuan-pengetahuan tentang PBM (Proses Belajar Mengajar), ilmu-ilmu lain yang relevan dengan tugas keguruanya;
b) Mendalami spesialisasi bidang studi yang diajarkan;
c) Melakukan kegiatan-kegiatan mandiri yang relevan denga tugas keprofesiannya;
d) Mengembangkan materi dan metodologi yang sesuai denga kebutuhan pengajaran;
e) Melakukan supervisi dialog dan konsultasi denga guru-guru yang sudah lebih senior.
2. Secara bersama-sama,dapat dilakukan misalnya dengan:
a) Mengikuti berbagai bentuk penataran dan lokakarya;
b) Mengikuti program pembinaan keprofesian secara khusus, misalnya program akta ataupun reedukasi bagi yang merasa belum memenuhi kompetensinya;
c) Mengadakan kegiatan diskusi dan salig tukar pikiran dengan teman sejawata terutama yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi.
g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
Kerja sama dan pembinaan hubungan antar guru di lingkungan tempat kerja, merupakan usaha yang sangat penting. Sebab dengan pembinaan kerja sama antar guru di suatu lingkungan kerja akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan juga sebagai langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara kelompok. Bergayut dengan ini guru juga perlu membina hubungan dengan sesama guru secara keseluruhan, termasuk guru-guru di luar lingkungan tempat kerja. Hal ini dapat memberi masukan dan menambah pengalaman masing-masing guru, karena mungkin perkembangan di suatu daerah berbeda dengan perkembangan daerah yang lain (study komperasi).
h. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
Salah satu ciri profesi adalah dimilikinya organisasi professional.Begitu juga guru sebagai tenaga professional kependidikan, juga memiliki organisasi professional.Di Indonesia wadah atau organisasi professional itu adalah PGRI, atau juga ISPI.Untuk meningkatkan pelayanan dan sarana pengabdiannya organisasi itu harus tetap dipelihara, dibina bahkan ditingkatkan mutu dan kekompakkan. Sebab denga peningkatan mutu organisasi berarti akan mampu merencanakan dan melaksanakan program yang bermutu dan yang sesuai denga kebutuhan masyarakat.
Karena itu organisasi PGRI dan ISPI harus lebih ditingkatkan dan perlu setiap kali mengadakan pertemuan antarpara guru di berbagai daerah atau mungkin secaraa nasional.Dalam pertemuan itu dibicarakan berbagi program yang bermanfaat, terutam bagaimana upaya meningkatkan mutu organnisasi tersebut.Peningkatan mutu organisasi professional itu, di samping untuk melindungi kepentingan anggota (para guru) juga sebagai wadah kegiatan pembinaan dan peningkatan mutu profesionalisme guru.
i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru adalah bagian warga negara dan warga nasyarakat yang merupakan aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). Atau aparat pemerintah di bidang pendidikan.Pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pengelola bidang pendidikan sudah pasti memiliki ketentuan-ketentuan yang merupakan policy, agar pelaksanaan dapat terarah.
Guru sebagai aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pelaksanaan langsung kurikulum dan proses belajar-mengajar, harus memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah mengenai bagaimana menangani persoalan-persoalan pendidikan. Dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu, diharapkan proses pendidikan berjalan lancer sehingga bisa menopang pelaksanaan pembangunan bangsa secara integral.
Tetapi harus diingat bahwa kebijaksanaan atau ketentuan-ketentuan pemerintah itu biasanya bersifat umum.Oleh karena itu guru sebagai pelaksana yang paling operasional harus memahami secara cermat dan kritis serta mengembangkannya secara rasional dan kreatif yang akhirnya dapat mendukung policy pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Untuk mengarahkan kepada maksud-maksud sebagaiman disebutkan diatas, maka perlu dilakukan hal-hal antara lain sebagai beriku :
1. Guru harus memahami betul-betul maksud dan arah kebikjasanaan pendidikan nasional, agar dapat mengambil langkah-langkah secara tepat.
2. Guru harus terus-menerus meningkatkan profesi dan kesadaran guru untuk memenuhi hakikat keprofesiannya.
3. Dilkuakn penilaian, pengawasan dan sanksi yang objektif dan rasional.
4. Pemimpin lembaga-lembaga pendidikan harus bersifat terbuka, dalam upaya menerjemahkan setiap ketentuan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Guru yang semata-mata sebagai kiat dan pelaksana pemerintah di bidang kurikulum dan proses belajar-mengajar, perlu netral, tidak memihak pada golongan politik apa pun.
6. Dalam melaksanakan kebijakan pemerintah (Departemen Pendidika dan Kebudayaan), yang berkenaan dengan pembaruan di bidang pendidikan, perlu diupayakan kerja sama antara pemrintah dan organisasi professional guru (PGRI) dan juga dengan ISPI.
Dengan memahami Sembilan butir kode etik guru seperti diuraikan di atas, diharapka guru mampu berperan secara aktif dalam upaya memberikan motivasi kepada subjek belajar yang dihadapi oleh anak didik/subjek belajar berarti akan dapat dipecahkan atas bimbingan guru dan kemampuan serta kegairahan mereka sendiri.Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar akan berjalan degan baik, sehingga hasilnya optimal.
Adapun menurut kesepakatan para guru Indonesia, dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral danetika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa. Sehingga Kode Etik Guru Indonesia pun dirumuskan sebagai berikut:
Bagian Satu
Pengertian, tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalammelaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara.
2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Pasal 2
1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.
Bagian Dua
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.
Bagian Tiga
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
1) Nilai-nilai agama dan Pancasila
2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
Pasal 6
1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a) Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b) Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c) Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d) Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e) Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f) Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g) Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h) Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i) Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
j) Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
k) Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
l) Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
m) Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
n) Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama
o) Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
a) Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
b) Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c) Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
d) Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e) Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f) Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g) Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.
3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
a) Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b) Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c) Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
d) Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
e) Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya
f) Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g) Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h) Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat.
4) Hubungan Guru dengan sekolah:
a) Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b) Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c) Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
d) Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e) Guru menghormati rekan sejawat.
f) Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
g) Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h) Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i) Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran
j) Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k) Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l) Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m) Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n) Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
o) Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.
p) Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q) Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
5) Hubungan Guru dengan Profesi :
a) Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
b) Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
c) Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
d) Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya.
e) Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya.
f) Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
g) Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
h) Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya :
a) Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b) Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan
c) Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d) Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e) Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f) Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.
g) Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h) Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
7) Hubungan Guru dengan Pemerintah :
a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.
b) Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
c) Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.
d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
Bagian Empat
Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi
Pasal 7
1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia.
2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Pasal 8
1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif
3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

2.3 Hakikat Kode Etik Guru
Pada dasarnya guru adalah tenaga professional di bidang kependidikan yang memiliki tugas mengajar, mendidik, dan membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berpribadi (pancasila).Dengan demikian, guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program pendidikan.Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atar buruknya suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru.
Sehubungan dengan itu guru sebagai tenaga professional memerlukan pedoman atau kode etik guru agar terhidar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap professional (sesuai dengan tuntutan dan persyaratan profesi).Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu berpegang epada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.
Kode etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya. Kalau kode etik yang merupakan pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum sebagai guru. Jadi postur kepribadian guru akan dapat dilihat bagaimana pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah disepakati bersama tersebut. Dalam hubungan ini jabatan guru yang betuk-betuk professional selalu dituntut adanya kejujuran professional. Sebab kalau tidak ia akan kehilangan pamornya sebagai guru atau boleh dikatakan hidup diluar lingkup keguruan.

2.4 Tujuan Kode Etik Guru
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.profesi itu sendiri.Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut.
2.4.1 Menjunjung tinggi martabat profesi.
Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi.
2.4.2 Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Kesejahteraan mencakup lahir (atau material) maupun batin (spiritual, emosional, dan mental).Kode etik umumnya memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
2.4.3 Pedoman berperilaku
Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota prof'esi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
2.4.4. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Kode etik berkaitan dengan peningkatan kegiatanpengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesidapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawabpengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.Olehkarena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuanyang perlu dilakukan para anggota profesi dalammenjalankan tugasnya.
2.4.5 Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik memuat norma norma dan anjuran agar paraanggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutupengabdian para anggotanya.
2.4.6 Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik mewajibkan setiap anggotanya untuk aktifberpartisipasi dalam membina organisasi profesi dankegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwatujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
2.5 Fungsi Kode Etik Guru
Pada dasarnya kode etik berfungsi sebagai, perlindungan dan pengembangan bagi profesi itu, dan sebagai pelindung bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan suatu profesi. Gibson and Mitchel (1995;449), sebagai pedoman pelaksanaan tugas profesional anggota suatu profesi dan pedoman bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta pertanggungjawaban jika anggota profesi yang bertindak di luar kewajaaran.
Secara umum fungsi kode etik guru adalah sebagai berikut:
1. Agar guru memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan tugasnya, sehingga terhindar dari penyimpangan profesi.
2. Agar guru bertanggungjawab atas profesinya.
3. Agar profesi guru terhindar dari perpecahan dan pertentangan internal.
4. Agar guru dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan.
5. Agar profesi ini membantu memecahkan masalah dan mengembangkan diri.
6. Agar profesi ini terhindar dari campur tangan profesi lain dan pemerintah.














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah tersebut adalah :
a. bahwa Kode Etik Guru merupakan aturan tata-susila keguruan. Aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) melibatkan dari segi usaha.
b. Aturan yang terdapat dalam Kode Etik Guru dirumuskan oleh PGRI dan para guru di Indonesia
c. Kode etik sangatlah penting bagi para guru di Indonesia karena dengan kode etik penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Dan akan terus menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya.
d. Tujuan kode etik guru antara lain adalah menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, pedoman berperilaku, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, meningkatkan mutu profesi dan meningkatkan mutu organisasi profesiFungsi kode etik guru antara .
e. lain adalah agar guru memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan tugasnya, bertanggungjawab atas profesinya, terhindar dari perpecahan dan pertentangan internal, meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, membantu memecahkan masalah dan mengembangkan diri dan terhindar dari campur tangan profesi lain dan pemerintah.
B. Saran
a. Sebaiknya sebagai sseorang guru yang professional harus mematuhi kode etik guru.
b. Dengan adanya kode etik guru, sebaiknya seorang guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari kode etik guru.
c. Dalam melaksanakan profesi keguruannya, sebagai seorang orang guru harus sesuai dengan kode etik guru yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.

DAFTAR PUSTAKA
Sardiman A.M.2007.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.PT Raja Grafindo Persada:Jakarta
Purwanto Ngalim.2005.Administrasi dan Supervisi Pendidikan.PT Remaja Rosdakarya Offset:Bandung
http://syadiashare.com/kode-etik-guru-di-indonesia.html(di posting tanggal 11 Maret 2011, pada hari minggu pukul 10:30)
wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uu_14_2005.pdf(di posting tanggal 11 Maret 2011, pada hari minggu pukul 10:30)
www.4shared.com/office/Bod3Ajru/kode-etik-guru-indonesia.htmldi posting tanggal 12 Maret 2011, pada hari Senin pukul 13:30)
file.upi.edu/.../ETIKA.../pert_4_dan_5_kode_etik_guru.pdfdi posting tanggal 12Maret 2011, pada hari Senin pukul 13:30)
www.uin-malang.ac.id/index.php?...kode-etik-guru.di posting tanggal 12Maret 2011, pada hari Senin pukul 13:30)